Langsung ke konten utama

Dunia yang Penuh Para Penjual Perabot

 


Mari kita jujur. Dunia ini mirip showroom IKEA pas weekend. Ramai, warna-warni, dan setiap orang sibuk jualan "perabot" masing-masing. 

Ada yang jualan "kursi empuk mimpi-mimpi", ada yang nawarin "meja makan kebahagiaan", bahkan ada yang ngotot ngejual "lampu tidur kesuksesan instan". Semuanya keren, semuanya butuh, katanya.

Tapi coba deh, sejenak kita tarik napas dari kerumunan para sales ulung ini. 

Di tengah hiruk pikuk promosi paling bombastis dan diskon paling nggak masuk akal, pernahkah kamu bertanya: kalau semua orang jualan, siapa yang beli?

 Atau lebih penting lagi, bagaimana caranya kamu nggak jadi salah satu "perabot" yang cuma numpang nongkrong di display, tapi jadi sesuatu yang benar-benar dicari dan punya harga?

Dunia ini memang panggung raksasa, bro-sis. Penuh dengan warna-warni ambisi dan kilauan janji manis. 

Setiap orang seolah berlomba jadi 'Paling Ngerti', 'Paling Sukses', atau 'Paling Nggak Butuh Tidur Demi Cuan' . 

Mereka jualan kursus ini, seminar itu, buku motivasi ini, atau teknik jualan itu. Keren? Pasti! Tapi kalau kamu cuma ikut-ikutan jadi "penjual perabot" yang sama, ya siap-siap aja, nasibmu nggak jauh beda sama stiker harga di belakang lemari display yang akhirnya diobral karena nggak ada yang lirik.

Lalu, gimana dong caranya biar kita bisa "menonjol secara finansial dan karier" di tengah lautan penjual perabot ini?

 Simpel, kok. 

Bahkan mungkin terlalu simpel sampai bikin jengkel saking mudahnya:

Berhenti Jadi Penjual Perabot, dan Mulai Bangun Arsitektur Sendiri.

Maksudnya? Gini:

1. Jangan Cuma Jualan "Apa yang Laku", Tapi Ciptakan "Apa yang Dibutuhkan

Banyak orang jualan yang lagi ngetren. Kopi literan? Semua jualan. Investasi bodong? Ada aja yang nyoba. 

Tapi yang benar-benar sukses dan kaya (bukan sekadar terlihat kaya di Instagram) adalah mereka yang melihat celah, melihat masalah, dan menawarkan solusi otentik. 

Mereka nggak cuma jualan perabot yang sama, mereka bangun rumah baru dengan desain yang belum pernah ada. Think unique, not just trendy. 

Sumbernya? Lihat aja Warren Buffett atau Elon Musk. Mereka nggak jualan produk yang "biasa-biasa aja". Mereka punya value proposition yang jelas beda.


2. Kuasai Satu Hal Sampai Kamu Jadi Guru Besarnya, Bukan Cuma Muridnya

 Di era banjir informasi ini, semua orang bisa "sedikit tahu" banyak hal. Tapi yang bisa jadi "sangat tahu" tentang satu hal, itu baru langka. Jadilah spesialis, bukan generalis yang biasa-biasa aja.

 Kalau kamu mau jadi penulis, ya jadi penulis yang kata-katanya bisa bikin orang merinding atau tertawa terpingkal-pingkal. Kalau kamu mau jadi desainer, ya jadi desainer yang karyanya bisa bikin orang geleng-geleng saking kagumnya. 

Fokus dan dalami!

Cek aja riset dari McKinsey yang bilang kalau spesialisasi itu kunci di pasar kerja yang makin kompetitif.

3. Jangan Takut Jadi Antitesis, Walaupun Dikira Aneh

Saat semua orang bergerak ke kanan, kadang kala bergerak ke kiri itu justru jadi jalan pintas menuju puncak. Jangan takut beda, jangan takut nggak populer di awal. Inovasi itu lahir dari keberanian melawan arus. 

Steve Jobs nggak jualan "ponsel biasa" waktu itu, dia jualan "pengalaman". Dan lihat hasilnya. Berani beda, berani menang.


Jadi, kawan-kawan penjual perabot sekalian, mari kita renungkan. 

Di tengah dunia yang penuh dengan kursi nyaman dan meja minimalis ini, pilihan ada di tanganmu: Mau terus jadi bagian dari kerumunan yang sibuk jualan, atau mau jadi arsitek yang karyanya dicari dan dihargai?

Pikirkan baik-baik. 

Karena "perabot"mu itu, seberapa pun bagusnya, akan cuma jadi sampah obralan kalau nggak ada yang arsitektur yang merancang dengan rapi dan teliti semua di baliknya.

Komentar

  1. jadi inget obrolan dengan Ben Wirawan dan Hanafi Salman, founder Torch yang intinya seperti di atas
    Keduanya pernah bikin T-shirt dengan cara unik, tapi berhenti sesudah paham "pasarnya jenuh"
    Torch diproduksi sesudah ngelihat kebutuhan pembeli

    BalasHapus
  2. Baca awal paragraf langsung teringat IKEA, showroom yang menarik dan makanannya yang murah hitungannya karena bisa refill minumnya dan gratis kopi buat member-nya...eh kok malah bahas ini.

    Sebuah perspektif yang menarik..di tengah dunia yang riuh dengan dagangan orang kenapa enggak kita buktikan kita berharga dan dicari karyanya. Setujuuu

    BalasHapus
  3. Sering banget kepikiran hal-hal seperti ini.

    Tapi yang namanya manusia, selalu nethink sendiri. Seperti semisal kalau menjadi seseorang yang generalis, bisa jadi memancing banyak ikan di laut.

    Analoginya mirip-mirip kalau blog yang niche-nya gado-gado, lebih mudah masuk ke berbagai jenis job daripada blog yang niche-nya khusus.

    Tapiii ka Tanti yaa.. ((tapii agaaiin, hehehe))
    enaknya blog niche tertentu, ketika ada job tuh.. klien gak akan banyak nawar. Mereka biasanya langsung deal sama "herga" yang kita tawarkan.

    Memang menjadi spesialis itu is another level of living the life.

    BalasHapus
  4. Think unique, not just trendy.
    Boted mbak.
    Dan tidak mengikuti arus tuh emang berat, butuh kekuatan mental (dan kadang kekuatan finansial).
    Tapi harus tetap semangat, dan jaga konsistensi, karena ada keyakinan bahwa akan datang kesuksesan itu nanti

    BalasHapus
  5. Meaningful banget tulisannya. Pokok penting dari apa pun di dunia untuk diri sendiri itu adalah menjadi "orang baik", berkualitas sesuai proporsinya, dan bisa menjadi manfaat bagi orang banyak. In fact tidak ada orang yang sempurna tapi setidaknya kita punya value yang patut dihargai dan dihormati.

    BalasHapus
  6. Menjadi unik ini yang susah ya mbak.
    Menjadi kreatif juga paling susah.
    Seriiiiing bangeet pas ngeliat orang buka usaha apaa gitu aku suka mikir, kok bisa ya dia kepikiran buka usaha begini dan rameeee!
    Salah satu yang aku ngga kuasai ya itu, melihat peluang dan menjadi kreatif.
    Entah memang ngga dikuaasai atau hal itu bisa dipelajari?

    BalasHapus
  7. Intinya memang butuh inovasi, terkadang memang butuh hal aneh dan di luar kebiasaan pemikiran banyak orang itu yang biasanya akan laris. Cuma saat ini sedang mencoba untuk terjun ke dunia bisnis tanaman saja.

    BalasHapus
  8. Aku kira ini review drakor The Light Shop 🤣

    Setuju dengan part harus belajar sampai dalam. Lebih baik begitu, jadi ahlinya, daripada belajar banyak tapi dangkal.

    BalasHapus
  9. Selalu terpikat dengan diksi-diksi di tiap kalimat Mba Tanti.
    Fenomena ini sudah terjadi di mana semakin banyak yg berjualan justru tidak fokus pada arah pasar (sepi konsumen) ini nyata ketika ramadan dan lebaran beberapa waktu lalu
    Inovasi yg tidak biasa ini lha yg akan membuka peluang lebih luas

    BalasHapus
  10. Banyak orang hanya modal ikut-ikutan jualan yang lagi ngetrend. Nggak banyak yang mau menjadi ahli dalam satu bidang. Bagi mereka mengetahui banyak hal akan lebih baik ketimbang menjadi ahli dalam satu hal.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bicara Uang Bukan Berarti Matre

Pernah dengar celotehan, "Duit itu akar segala kejahatan!" atau "Ah, dia mata duitan!"

5 ALASAN KENAPA ORANG YANG LAGI SUSAH MENOLAK TAWARAN KERJA DI DUNIA MARKETING

Ada teman yang lagi susah, butuh duit, tapi begitu ditawarin kerja di dunia marketing, malah nolak mentah-mentah. Kenapa begitu? Padahal kan butuh banget pemasukan? Ini beberapa alasan kenapa orang yang lagi kesusahan sekalipun bisa menolak tawaran kerja di dunia marketing, padahal secara logika itu solusi: 1. Stigma Negatif yang Melekat Ini mungkin alasan paling kuat. Dunia marketing itu punya stigma yang buruk di mata banyak orang, sering banget dikaitkan dengan hal-hal yang kurang etis: Pencitraan Buruk "Sales": Banyak yang langsung mikir "sales" kalau dengar marketing. Dan "sales" itu sering diidentikkan dengan maksa-maksa, nipu, atau ngomong manis tapi bohong demi closing. Orang yang lagi susah biasanya maunya kerja yang "jujur" dan "bermanfaat" di mata mereka. Merasa Jadi "Bagian dari Masalah": Setelah penjelasan sebelumnya tentang marketing yang manipulatif atau pendorong konsumerisme, beberapa orang merasa kalau mereka...